Kliping Peningalan Kerajaan Kerajaan Hindu-Budha Di Indonesia ~ Galery Dimensi

21 September 2013

Kliping Peningalan Kerajaan Kerajaan Hindu-Budha Di Indonesia

 

1. Kerajaan Tarumanegara

a. Prasasti Ciaruteun

clip_image002

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.

Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:

Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).

Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.

b. Prasasti Kebon Kopi

clip_image004

Prasasti Kebonkopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.

c. Prasasti Jambu

clip_image006

Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman.

d. Prasasti Pasir Awi

clip_image008Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiliang, juga tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.

e. Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

clip_image010

f. Prasasti Cindanghiang atau Prasasti Lebak

Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.

g. Prasasti Tugu

Merupakan prasasti yang terpanjang yang ditemukan dari semua peninggalan-peninggalan Purnawarman. Sama dengan prasasti yang lain, prasasti Tugu ini berbentuk puisi anustubh yang tulisannya dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang secara melingkar. Beberapa hal yang menarik dari prasasti ini adalah pertama, disebutkan dalam prasasti itu ada dua sungai yang terkenal juga di Panjab yaitu Chandrabhaga dan Gomati, yang tentu saja menimbulkan berbagai penafsiran para sejarawan. Kedua, prasasti ini merupakan satu-satunya prasasti Purnawarman yang menyebutkan peninggalan, meskipun tidak lengkap. Ketiga, dalam prasasti ini disebutkan adanya upacara selamatan yang disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan. Keempat, selain Purnawarman ada dua nama yang disebutkan dalam prasasti ini, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui siapa sebenarnya Purnawarman itu.

clip_image011

2. Kerajaan Kutai

Peninggalan sejarah yang membuktikan kerajaan Kutai sebagai kerajaan hindu pertama adalah ditemukannya prasasti berbentuk Yupa menggunakan bahasa sanskerta dan huruf pallawa.Yupa adalah tiang batu pengikat hewan korban untuk dipersembahkan kepada dewa.

Beberapa peninggalan kerajaan kutai:

- tujuh buah Yupa yang ditemukan di daerah sekitar Muarakaman;

clip_image013

- kalung Cina yang di terbuat dari emas

clip_image015

- satu arca Bulus

- dua belas arca batu.

3. Kerajaan Mataram Kuno

- Prasasti Canggal

Prasasti Canggal (juga disebut Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya) adalah prasasti dalam bentuk candra sengkala berangka tahun654 Saka atau 732 Masehi yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah.

Prasasti yang ditulis pada stela batu ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta.Prasasti dipandang sebagai pernyataan diri RajaSanjaya pada tahun 732 sebagai seorang penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno.

clip_image017

- Prasasti Kalasan

Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 700 Saka atau 778M. Prasasti yang ditemukan di kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta.

Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha). Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan.

clip_image019

- Prasasti Kelurak

Prasasti Kelurak merupakan prasasti batu berangka tahun 782 M yang ditemukan di dekat Candi Lumbung Desa Kelurak, di sebelah utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa Tengah.

Keadaan batu prasasti Kelurak sudah sangat aus, sehingga isi keseluruhannya kurang diketahui. Secara garis besar, isinya adalah tentang didirikannya sebuah bangunan suci untuk arca Manjusri atas perintah Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, yang dimaksud dengan bangunan tersebut adalah Candi Sewu, yang terletak di Kompleks Percandian Prambanan. Nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Kelurak ditulis dalam aksara Pranagari, dengan menggunakan bahasa Sanskerta. Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.44 diMuseum Nasional, Jakarta.

clip_image021

- Prasasti Kedu

Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu, adalah prasasti berangka tahun 907 M yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.

Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro danSumbing).

4. Kerajaan Medang Kemulan

- Prasasti Empu Sindok

Mpu Sindok adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Timur yang memerintah sekitar tahun 929947, bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa.

Mpu Sindok dianggap sebagai pendiri dinasti baru bernama Wangsa Isana.

- Prasasti Calcutta

Prasasti Pucangan merupakan sebuah prasasti yang berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuna, merupakan prasasti peninggalan zaman pemerintahan Airlangga, yang menjelaskan tentang beberapa peristiwa serta silsilah keluarga raja secara berurutan. Prasasti ini disebut juga dengan Calcutta Stone, karena sekarang prasasti ini disimpan di Museum India di Kolkata (Calcutta),India.

Prasasti Pucangan terdiri dari dua prasasti berbeda yang dipahat pada sebuah batu, di sisi depan menggunakan bahasa Jawa Kuna dan di sisi belakang menggunakan bahasa Sanskerta, namun kedua prasasti tersebut ditulis dalam aksara Kawi (Jawa Kuna). Prasasti ini berbentuk blok berpuncak runcing serta pada bagian alas prasasti berbentuk bunga teratai.

Penamaan prasasti Pucangan ini, berdasarkan kata Pucangan yang ditemukan pada prasasti tersebut, pada prasasti ini menceritakan adanya suatu perintah untuk membangun suatu tempat pertapaan di Pucangan, yaitu nama sebuah tempat dahulunya di sekitar gunung Penanggungan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

5. Kerajaan Malayu

Candi Muara Jambi

Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Muaro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia, tepatnya di tepi Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi.

clip_image022

6. Kerajaan Sriwijaya

- Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146.

clip_image024

- Prasasti Talang Tuo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang, dan dikenal sebagai peninggalan Kerajaan Sriwijaya.

Keadaan fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.145.

clip_image026

- Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti. Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat hiasan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno.

clip_image028

- Prasasti Karang Brahi

Prasasti Karang Brahi adalah sebuah prasasti dari zaman kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout di tepian Batang Merangin. Prasasti ini terletak pada Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi.

Prasasti ini tidak berangka tahun, namun teridentifikasi menggunakan aksara Pallawa dan bahasanya Melayu Kuna. Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk atau setia kepada raja dan orang-orang yang berbuat jahat. Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan yang terdapat pada Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu.

- Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur adalah temuan arkeologi prasasti Sriwijaya yang ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut tempat penemuannya yaitu sebuah dusun kecil yang bernama "Kotakapur". Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892.

Prasasti ini pertama kali dianalisis oleh H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya ia menganggap "Śrīwijaya" adalah nama seorang raja. George Coedes lah yang kemudian berjasa mengungkapkan bahwa Śrīwijaya adalah nama sebuah kerajaan besar di Sumatra pada abad ke-7 Masehi, yaitu kerajaan yang kuat dan pernah menguasai bagian barat Nusantara, Semenanjung Malaysia, dan Thailand bagian selatan.

clip_image030

- Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah, prasasti pada batu, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

7. Kerajaan Kadiri

Arca Wisnu

clip_image032

8. Kerajaan Singhasari

- Candi Kidal

Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besarAnusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.

Candi Kidal secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa Timuran, telah mengalami pemugaran pada tahun 1990. Candi kidal juga memuat ceritaGarudeya, cerita mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan.

clip_image034

- Candi Jago

Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu", didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Berlokasi di Kecamatan Tumpang,Kabupaten Malang, atau sekitar 22 km dari Kota Malang, pada koordinat clip_image0368°0′20.81″S 112°45′50.82″E.

Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-reliefKunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.

Pada candi inilah Adityawarman kemudian menempatkan Arca Manjusri seperti yang disebut pada Prasasti Manjusri. Sekarang Arca ini tersimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 214.

clip_image038

- Candi Singhasari

Candi Singhasari atau Candi Singasari atau Candi Singosari adalah candi Hindu - Buddha peninggalan bersejarah Kerajaan Singhasari yang berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia.

clip_image039

9. Kerajaan Majapahit

Candi Bajang Ratu

Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia.

clip_image041

posting: Galery Dimensi
GALERY DIMENSI, Updated at: 18.40

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites